Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Monday, May 30, 2016

Pilih sekolah yang “bagus” atau sekolah yang “tepat” ?


Memasuki tahun akhir sekolah dan sekaligus juga tahun ajaran baru yang sudah menanti di depan mata, menjadi momen spesial tersendiri bagi anak-anak didik dan juga para orang tua.

Di saat saat seperti ini akan menjadi saat yang krusial bagi para orang tua untuk memilihkan sekolah lanjutan untuk putra putri yang diharapkan bisa menjadi “harapan” untuk orang tua itu sendiri kelak.

Para orang tua harus memilih sekolah apa atau mana yang diyakininya bisa membekali putra putrinya dengan ilmu untuk menghadapi dinamika kehidupan nantinya. Persoalan “keyakinan” para orang tua inilah yang coba penulis ajak diskusikan dengan para pembaca yang mungkin juga sebagai seorang tua yang pada tahun ini memiliki anak yang hendak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Mayoritas orang tua mungkin terlanjur menaruh keyakinan pada sebuah lembaga pendidikan katakanlan sebuah sekolah yang bagus.  Penilaian “bagus” di sini tidak penulis coba “biaskan”. Kita sepakati saja bahwa itu benar-benar sekolah yang bagus. Meskipun pada dasarnya penilaian bagus itu sendiri subjektif, dipengaruhi oleh banyak faktor, iklan misalnya, atau stigma yang sudah terbangun selama sekian waktu, meskipun faktanya sekolah tersebut tidak lebih bagus dari sekolah-sekolah lainnya. Namun di sini kita sepakati saja bahwa sekolah yang diyakini bagus oleh banyak orang tua itu memang benar-benar bagus, terbukti secara akademik.

Lalu apa masalahnya ?
Nah ! disinilah penulis mengajak pembaca sebagai orang tua atau calon orang tua nantinya mereset ulang keyakinan tersebut.  Kita harus ingat bahwa sekolah yang bagus belum tentu menjadi sekolah yang tepat untuk putra putri kita.

Bila penilaian bagus dan tidaknya sebuah lembaga pendidikan / sekolah dilihat dari segi keterserapan lulusan sekolah tersebut dalam dunia kerja, atau singkatnya mendapat pekerjaan, maka ada baiknya kita tengok data pengangguran di bawah ini :


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2015, jumlah penganggur terbuka mencapai 7,56 juta orang atau 6,18 persen dari angkatan kerja sebanyak 122,4 juta orang.
Data pengangguran cenderung selalu bertambah setiap tahunnya, karna dapat kita bayangkan sendiri ratusan ribu bahkan jutaan lulusan sekolah/kuliah di seluruh indonesia yang memperebutkan lapangan pekerjaan yang relatif tetap jumlahnya, kalaupun ada pertambahan lapangan pekerjaan jumlahnya tidaklah seberapa. Perlu kita catat bahwa angka 7,56 juta di atas adalah data dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang 90 % dapat dikatakan nyata.

Kembali ke masalah sekolah, tentu tujuan dari sebuah pendidikan tidaklah hanya sekedar untuk mendapatkan pekerjaan dari sekolahnya tersebut, tapi tidak bisa dipungkiri sebagian besar dari kita alasan bersekolah adalah untuk pekerjaan.

Dan kalau kita mau mempertimbangkan sedikit lebih seksama, maka sekolah yang bagus tidak lagi menjadi sesuatu yang menggiurkan layaknya semangkuk es buah di tengah terik matahari.

Sekolah yang biasa-biasa saja mungkin malah bisa menjadi sekolah yang tepat untuk putra putri kita menimba ilmu.  Ingat ! tingkat inteligensi setiap anak berbeda.  Tidak bisa kita berandai-andai dan membayangkan anak kita bisa persis sama sukses di prestasi dan karir dengan anak yang lain walau dalam sekolah yang sama, guru yang sama, dan dalam waktu yang sama juga.

Lebih dalam lagi mari kita masuk ke ranah personal, masalah dapur kita masing-masing.  Ada memang beberapa dan banyak kisah sukses seorang anak yang berangkat dari keluarga yang kurang berada bisa sampai mensejahterakan dan mengangkat derajat orang tuanya secara ekonomi dan sosial lantaran sukses berkarir berkat pekerjaan yang didapat dari ketrampilan atau ijazah dari sekolahnya, namun kita harus jeli melihat bahwa kebanyakan yang seperti itu memang dari faktor sang anak lah yang memang cerdas, tangguh, ulet, rajin, dan pekerja keras.  Bisa dikatakan, sekolah di manapun atau bahkan tidak mengenyam pendidikan formal sekalipun anak yang seperti di atas (cerdas,ulet, pekerja keras) kemungkinan besar bisa sukses dalam karirnya.

Lalu, masih perlukah orang tua terobsesi dengan sekolah yang bagus ? dengan menggelontorkan banyak biaya, namun hasil yang didapat tidak jauh berbeda bila dengan di sekolahkan di sekolah yang biasa saja. Di sini penulis tidak bermaksud menafikkan kwalitas dan metode pembelajaran yang memang bagus, tapi mencoba mengajak melihat fakta yang ada, bahwa sekolah yang bagus tidak menjamin, bahkan mungkin malah bisa meredupkan sinar prestasi dan kepercayaan diri sang anak di tengah persaingan yang ketat, mengingat sekolah-sekolah yang bagus dihuni oleh anak-anak yang tingkat IQ nya di atas rata-rata.

Apakah tidak lebih baik memilih sekolah yang tepat ? yang sesuai dengan kemampuan berfikir anak, kemampuan bersosial, dan kemampuan finansial orang tua, sehingga energi yang dikeluarkan baik material maupun spiritual lebih tepat guna dan tidak terbias sia-sia.


Semua kembali kepada diri kita masing-masing, bagaimana kita memahami arti dari sebuah pendidikan itu sendiri. Sekedar untuk membekali putra putri kita dengan ketrampilan akademik atau lebih luas lagi, menjadikan pendidikan sebagai sebuah proses pencarian jati diri anak menjadi pribadi yang lebih bijak dalam menyikapi dinamika kehidupan.

No comments:

Post a Comment